Untuklebih lengkapnya, mari simak karya-karya puisi Chairul Anwar yang begitu mengagumkan dibawah ini. Selamat menyimak. Aku simplezoel.blogspot.com. "AKU" Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku
Medan - Chairil Anwar adalah penyair kelahiran Kota Medan yang menciptakan banyak karya terkenal, khususnya puisi. Sampai akhir hidupnya, beliau yang berjasa dalam dunia sastra pun dikenang melalui peringatan Hari Puisi Nasional setiap tanggal 28 dengan karya puisi yang dibuat oleh tokoh terkemuka Chairil Anwar? Berikut detikSumut sajikan 30 kumpulan karya puisi Chairil Anwar yang menyentuh dan penuh makna. Simak artikel ini hingga akhir, ya, detikers!1. Aku Maret 1943Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang'kan merayuTidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagi2. Tak Sepadan Februari 1943Aku kiraBeginilah nanti jadinyaKau kawin, beranak dan berbahagiaSedang aku mengembara serupa sumpahi ErosAku merangkaki dinding butaTak satu juga pintu baik juga kita padamiUnggunan api iniKarena kau tidak 'kan apa apaAku terpanggang tinggal Taman Maret 1943Taman punya kita berduatak lebar luas, kecil sajasatu tak kehilangan lain kau dan aku cukuplahTaman kembangnya tak berpuluh warnaPadang rumputnya tak berbanding permadanihalus lembut dipijak kita bukan taman punya berduaKau kembang, aku kumbangaku kumbang, kau penuh surya taman kitatempat merenggut dari dunia dan 'nusia4. Pelarian Februari 1943ITak tertahan lagiremang miang sengketa di siniDalam lariDihempaskannya pintu keras tak sepi seketikaDan paduan dua kelam ke malamTertawa-meringis malam menerimanyaIni batu baru tercampung dalam gelita"Mau apa? Rayu dan pelupa,Aku ada! Pilih saja!Bujuk dibeli?Atau sungai sunyi?Mari! Mari!Turut saja!"Tak kuasa ...terengkamIa dicengkam Hukum Maret 1943Saban sore ia lalu depan rumahkuDalam baju tebal abu-abuSeorang jerih menangkis jalannya - LesuPucat mukanya - LesuOrang menyebut satu nama jayaMengingat kerjanya dan jasaMelecut supaya terus ini padanyaTapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenagaPekik di angkasa Perwira mudaPagi ini menyinar lain masaNanti, kau dinanti-dimengerti!6. Rumahku April 1943Rumahku dari unggun-timbun sajakKaca jernih dari luar segala nampakKulari dari gedong lebar halamanAku tersesat tak dapat jalanKemah kudirikan ketika senjakalaDi pagi terbang entah ke manaRumahku dari unggun-timbun sajakDi sini aku berbini dan beranakRasanya lama lagi, tapi datangnya datangAku tidak lagi meraih petangBiar berleleran kata manis maduJika menagih yang Kesabaran Maret 1943Aku tak bisa tidurOrang ngomong, anjing nggonggongDunia jauh mengaburKelam mendinding batuDihantam suara bertalu-taluDi sebelahnya api dan abuAku hendak berbicaraSuaraku hilang, tenaga terbangSudah! tidak jadi apa-apa!Ini dunia enggan disapa, ambil perduliKeras membeku air kaliDan hidup bukan hidup lagiKuulangi yang dulu kembaliSambil bertutup telinga, berpicing mataMenunggu reda yang mesti tiba8. Sendiri Februari 1943Hidupnya tambah sepi, tambah hampaMalam apa lagiIa memekik ngeriDicekik kesunyian kamarnyaIa membenci. Dirinya dari segalaYang minta perempuan untuk kawannyaBahaya dari tiap sudut. Mendekat jugaDalam ketakutan-menanti ia menyebut satu namaTerkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?Ah! Lemah lesu ia tersedu Ibu! Ibu!9. Suara Malam Februari 1943Dunia badai dan topanManusia mengingatkan "Kebakaran di Hutan"*Jadi ke manaUntuk damai dan reda? kali ini diam kaku sajaDengan ketenangan selama bersatuMengatasi suka dan dukaKekebalan terhadap debu dan tak sedarSeperti kapal pecah di dasar lautanJemu dipukul ombak dalam TiadaDan sekali akan menghadap Allah! Badanku terbakar - segala sudah melewati Pintu tertutup dengan Merdeka Juli 1943Aku mau bebas dari segalaMerdekaJuga dari IdaPernahAku percaya pada sumpah dan cintaMenjadi sumsum dan darahSeharian kukunyah kumamahSedang meradangSegala kurenggutIkut bayangTapi kiniHidupku terlalu tenangSelama tidak antara badaiKalah menangAh! Jiwa yang menggapai-gapaiMengapa kalau beranjak dari siniKucoba dalam Bercerai Juni 1943Kita musti berceraiSebelum kicau murai kita minta pada malam iniBenar belum puas serah-menyerahDarah masih kita minta pada malam musti berceraiBiar surya 'kan menembus oleh malam di perisaiDua benua bakal kesumba jadi putih IDA, mau turut mengaburTidak samudra caya tempatmu Sia-sia Februari 1943Penghabisan kali itu kau datangMembawa karangan kembangMawar merah dan melati putihDarah dan tebarkan depankuSerta pandang yang memastikan itu kita sama termanguSaling bertanya Apakah ini?Cinta? Keduanya tak itu kita hampir Hatiku yang tak mau memberiMampus kau dikoyak koyak Penghidupan Desember 1942Lautan maha dalamMukul dentur selamaNguji tenaga pematang kitaMukul dentur selamaHingga hancur remuk redam Kurnia BahgiaKecil setumpukSia-sia dilindung, sia-sia Nisan Oktober 1942Untuk nenekandaBukan kematian benar menusuk kalbuKeridlaanmu menerima segala tibaTak kutahu setinggi itu atas debudan duka maha tuan Diponegoro Februari 1943Di masa pembangunan iniTuan hidup kembaliDan bara kagum menjadi apiDi depan sekali tuan menantiTak gentar. Lawan banyaknya seratus di kanan, keris di kiriBerselempang semangat yang tak bisa barisan tak bergenderang berpaluKepercayaan tanda berartiSudah itu NegeriMenyediakan di atas menghambaBinasa di atas ditindaSungguhpun dalam ajal baru tercapaiJika hidup harus Ajakan Februari 1943IdaMenembus sudah cayaUdara tebal kabutKaca hitam lumutPecah pencar sekarangDi ruang legah lapangMari ria lagiTujuh belas tahun kembaliBersepeda sama gandenganKita jalani ini jalanRia bahgiaTak acuh apa-apaGembira girangBiar hujan datangKita mandi-basahkan diriTahu pasti sebentar kering Lagu Biasa Maret 1943Di teras rumah makan kami kini berhadapanBaru berkenalan. Cuma berpandanganSungguhpun samudra jiwa sudah selam berselamMasih saja berpandanganDalam lakon pertamaOrkes meningkah dengan "Carmen" mengerling. Ia ketawaDan rumput kering terus menyalaIa berkata. Suaranya nyaring tinggiDarahku terhenti berlariKetika orkes memulai "Ave Maria"Kuseret ia ke Kenangan April 1943Untuk Karinah MoordjonoKadangDi antara jeriji itu itu sajaMereksmi memberi warnaBenda usang dilupaAh! tercebar rasanya diriMembubung tinggi atas kiniSejenakSaja. Halus rapuh ini jalinan kenangHancur hilang belum dipegangTerhentakKembali di itu itu sajaJiwa bertanya; Dari buahHidup kan banyakan jatuh ke tanah?Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia19. Dendam Juli 1943Berdiri tersentakDari mimpi aku bengis dielakAku tegakBulan bersinar sedikit tak nampakTangan meraba ke bawah bantalkuKeris berkarat kugenggam di huluBulan bersinar sedikit tak nampakAku mencariMendadak mati kuhendak berbekas di jariAku mencariDiri tercerai dari hatiBulan bersinar sedikit tak tampak20. Kawanku dan Aku Juni 1943Kepada BohangKami jalan sama. Sudah larutMenembus mengucur kapal-kapal di mengental-pekat. Aku berkata?Kawanku hanya rangka sajaKarena dera mengelucak bertanya jam berapa!Sudah larut sekaliHingga hilang segala maknaDan gerak tak punya Dengan Mirat Januari 1946Kamar ini jadi sarang penghabisanDi malam yang hilang batasAku dan dia hanya menjengkauRakit hitam.'Kan terdamparkahAtau terserahPada putaran pitam?Matamu ungu membatuMasih berdekapankah kami atauMengikut juga bayangan itu?22. Isa November 1943Kepada nasrani sejatiItu TubuhMengucur darahMengucur darahRubuhPatahMendampar tanya aku salah?Kulihat Tubuh mengucur darahAku berkaca dalam darahTerbayang terang di mataMasa bertukar rupa ini segaraMengatup lukaAku bersukaItu TubuhMengucur darahMengucur darah23. Sorga Januari 1946Buat Basuki ResobowoSeperti ibu + nenekku jugaTambah tujuh keturunan yang laluAku minta pula supaya sampai di sorgaYang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susuDan bertabur bidari beribuTapi ada suara menimbang dalam diriku,Nekat mencemooh Bisakah kiranyaBerkering dari kuyup laut biru,Gamitan dari tiap pelabuhan gimana?Lagi siapa bisa mengatakan pastiDi situ memang memang ada bidariSuaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Jati?24. Doa November 1943Kepada pemeluk teguhTuhankuDalam termanguAku masih menyebut namaMuBiar susah sungguh mengingatKau penuh seluruhCayaMu panas suciTinggal kerdip lilin di kelam sunyiTuhankuaku hilang bentukremukTuhanku aku mengembara di negeri asingTuhankudi pintuMu aku mengetukaku tidak bisa berpaling25. Cerita Juni 1943Kepada DarmawidjayaDi pasar baru merekaLalu sudah kesalTak tahu apa dibuatJiwa satu teman lucuDalam hidup, dalam diselimuti tebalSama segala kadang pula dapatIni renggang terus Kita Guyah Lemah Juli 1943Kita guyah lemahSekali tetak tentu rebahSegala erang dan jeritanKita pendam dalam keseharianMari tegak merentakDiri sekeliling kita bentakIni malam purnama akan menembus Dalam Kereta Maret 1944Dalam menebal jendelaSemarang, Solo..., makin dekat sajaMenangkup menyayat mulut dan kereta. Menjengking jiwa,Sayatan terus ke Jangan Kita Disini Berhenti Juli 1943Jangan kita di sini berhentiTuaknya tua, sedikit pulaSedang kita mau berkendi-kendiTerus, terus dulu...!!Ke ruang di mana botol tuak banyak berbarisPelayannya kita dilayani gadis-gadisO, bibir merah, selokan mati pertamaO, hidup, kau masih ketawa??29. Penerimaan Maret 1943Kalau kau mau kuterima kau kembaliDengan sepenuh hatiAku masih tetap sendiriKutahu kau bukan yang dulu lagiBak kembang sari sudah terbagiJangan tunduk! Tentang aku dengan beraniKalau kau mau kuterima kau kembaliUntukku sendiri tapiSedang dengan cermin aku enggan Perhitungan Maret 1943Banyak gores belum terputus sajaSatu rumah kecil putih dengan lampu merah muda cayaLangit bersih cerah dan purnama raya...Sudah itu tempatku tak tentu di pandangan serupa dua klewang bergeseranSudah itu berlepasan dengan sedikit heranHembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi...!?Kini aku meringkih dalam malam itulah 30 kumpulan karya puisi Chairil Anwar yang menyentuh dan penuh makna. Semoga bermanfaat, ya, detikers!Artikel ini ditulis oleh Felicia Gisela Sihite, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom. Simak Video "Oknum TNI AL Jadi Tersangka Penyelundupan PMI Ilegal di Bintan" [GambasVideo 20detik] nkm/nkm
MusikalisasiPuisi ini kami (XI-IPS 2, SMAN 1 Bojonegoro) cover untuk ditampilkan saat lomba Musikalisasi Puisi dalam rangka "Hari Guru Nasional, 25 November
Jakarta - Hari Puisi Nasional dirayakan setiap tanggal 28 April. Peringatan ini bertujuan untuk mengenang sosok penyair Indonesia, Chairil Anwar merupakan pelopor Angkatan 45, yakni periode sastra yang sarat menuntut keadilan rakyat, persoalan sosial dan politik. Dia berjasa dalam melakukan pembaharuan puisi hidupnya, Chairil Anwar telah melahirkan 96 karya, termasuk 70 puisi. Berkat dedikasinya itulah, ia dinobatkan sebagai pelopor Angkatan Singkat Chairil AnwarChairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara. Ia merupakan putra dari Teoloes bin Haji Manan yang bekerja sebagai ambtenar pada zaman Belanda dan menjadi Bupati Rengat pada zaman Republik tahun 1948. Ibu Chairil Anwar bernama Saleha atau biasa disapa Mak laman Ensiklopedia Kemdikbud RI, pengalaman menulis Chairil Anwar dimulai pada tahun 1942 ketika ia menciptakan sebuah sajak yang berjudul "Nisan".Kecintaan menulisnya tersebut masih terjaga sampai akhir hayat. Pada 1949 menjelang wafat, ia bahkan menghasilkan enam buah sajak, yaitu "Mirat Muda", "Chairil Muda", "Buat Nyonya N", "Aku Berkisar Antara Mereka", "Yang Terhempas dan Yang Luput", "Derai-Derai Cemara", dan "Aku Berada Kembali".Chairil pun menutup usia pada 28 April 1949 yang kemudian diperingati sebagai Hari Puisi mengenang Chairil, berikut 25 puisi karya Chairil Anwar yang sarat Nisan Oktober 1942Untuk nenekandaBukan kematian benar menusuk kalbuKeridlaanmu menerima segala tibaTak kutahu setinggi itu atas debudan duka maha tuan Penghidupan Desember 1942Lautan maha dalamMukul dentur selamaNguji tenaga pematang kitaMukul dentur selamaHingga hancur remuk redam Kurnia BahagiaKecil setumpukSia-sia dilindung, sia-sia Diponegoro Februari 1943Di masa pembangunan iniTuan hidup kembaliDan bara kagum menjadi apiDi depan sekali tuan menantiTak gentar. Lawan banyaknya seratus di kanan, keris di kiriBerselempang semangat yang tak bisa barisan tak bergenderang berpaluKepercayaan tanda berartiSudah itu NegeriMenyediakan di atas menghambaBinasa di atas ditindaSungguhpun dalam ajal baru tercapaiJika hidup harus Tak Sepadan Februari 1943Aku kiraBeginilah nanti jadinyaKau kawin, beranak dan berbahagiaSedang aku mengembara serupa sumpahi ErosAku merangkaki dinding butaTak satu juga pintu baik juga kita padamiUnggunan api iniKarena kau tidak 'kan apa apaAku terpanggang tinggal Pelarian Februari 1943Tak tertahan lagiremang miang sengketa di siniDalam lariDihempaskannya pintu keras tak sepi seketikaDan paduan dua kelam ke malamTertawa-meringis malam menerimanyaIni batu baru tercampung dalam gelita"Mau apa? Rayu dan pelupa,Aku ada! Pilih saja!Bujuk dibeli?Atau sungai sunyi?Mari! Mari!Turut saja!"Tak kuasa ...terengkamIa dicengkam Sendiri Februari 1943Hidupnya tambah sepi, tambah hampaMalam apa lagiIa memekik ngeriDicekik kesunyian kamarnyaIa membenci. Dirinya dari segalaYang minta perempuan untuk kawannyaBahaya dari tiap sudut. Mendekat jugaDalam ketakutan-menanti ia menyebut satu namaTerkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?Ah! Lemah lesu ia tersedu Ibu! Ibu!7. Suara Malam Februari 1943Dunia badai dan topanManusia mengingatkan "Kebakaran di Hutan"*Jadi ke manaUntuk damai dan reda? kali ini diam kaku sajaDengan ketenangan selama bersatuMengatasi suka dan dukaKekebalan terhadap debu dan tak sedarSeperti kapal pecah di dasar lautanJemu dipukul ombak dalam TiadaDan sekali akan menghadap Allah! Badanku terbakar - segala sudah melewati Pintu tertutup dengan Sia-sia Februari 1943Penghabisan kali itu kau datangMembawa karangan kembangMawar merah dan melati putihDarah dan tebarkan depankuSerta pandang yang memastikan itu kita sama termanguSaling bertanya Apakah ini?Cinta? Keduanya tak itu kita hampir Hatiku yang tak mau memberiMampus kau dikoyak koyak Ajakan Februari 1943IdaMenembus sudah cayaUdara tebal kabutKaca hitam lumutPecah pencar sekarangDi ruang legah lapangMari ria lagiTujuh belas tahun kembaliBersepeda sama gandenganKita jalani ini jalanRia bahgiaTak acuh apa-apaGembira girangBiar hujan datangKita mandi-basahkan diriTahu pasti sebentar kering Aku Maret 1943Kalau sampai waktuku'Ku mau tak seorang'kan merayuTidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagi11. Taman Maret 1943Taman punya kita berduatak lebar luas, kecil sajasatu tak kehilangan lain kau dan aku cukuplahTaman kembangnya tak berpuluh warnaPadang rumputnya tak berbanding permadanihalus lembut dipijak kita bukan taman punya berduaKau kembang, aku kumbangaku kumbang, kau penuh surya taman kitatempat merenggut dari dunia dan 'nusia12. Hukum Maret 1943Saban sore ia lalu depan rumahkuDalam baju tebal abu-abuSeorang jerih menangkis jalannya - LesuPucat mukanya - LesuOrang menyebut satu nama jayaMengingat kerjanya dan jasaMelecut supaya terus ini padanyaTapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenagaPekik di angkasa Perwira mudaPagi ini menyinar lain masaNanti, kau dinanti-dimengerti!13. Kesabaran Maret 1943Aku tak bisa tidurOrang ngomong, anjing nggonggongDunia jauh mengaburKelam mendinding batuDihantam suara bertalu-taluDi sebelahnya api dan abuAku hendak berbicaraSuaraku hilang, tenaga terbangSudah! tidak jadi apa-apa!Ini dunia enggan disapa, ambil perduliKeras membeku air kaliDan hidup bukan hidup lagiKuulangi yang dulu kembaliSambil bertutup telinga, berpicing mataMenunggu reda yang mesti tiba14. Lagu Biasa Maret 1943Di teras rumah makan kami kini berhadapanBaru berkenalan. Cuma berpandanganSungguhpun samudra jiwa sudah selam berselamMasih saja berpandanganDalam lakon pertamaOrkes meningkah dengan "Carmen" mengerling. Ia ketawaDan rumput kering terus menyalaIa berkata. Suaranya nyaring tinggiDarahku terhenti berlariKetika orkes memulai "Ave Maria"Kuseret ia ke Kenangan April 1943Untuk Karinah MoordjonoKadangDi antara jeriji itu itu sajaMereksmi memberi warnaBenda usang dilupaAh! tercebar rasanya diriMembubung tinggi atas kiniSejenakSaja. Halus rapuh ini jalinan kenangHancur hilang belum dipegangTerhentakKembali di itu itu sajaJiwa bertanya; Dari buahHidup kan banyakan jatuh ke tanah?Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia16. Rumahku April 1943Rumahku dari unggun-timbun sajakKaca jernih dari luar segala nampakKulari dari gedong lebar halamanAku tersesat tak dapat jalanKemah kudirikan ketika senjakalaDi pagi terbang entah ke manaRumahku dari unggun-timbun sajakDi sini aku berbini dan beranakRasanya lama lagi, tapi datangnya datangAku tidak lagi meraih petangBiar berleleran kata manis maduJika menagih yang Bercerai Juni 1943Kita musti berceraiSebelum kicau murai kita minta pada malam iniBenar belum puas serah-menyerahDarah masih kita minta pada malam musti berceraiBiar surya 'kan menembus oleh malam di perisaiDua benua bakal kesumba jadi putih IDA, mau turut mengaburTidak samudra caya tempatmu Cerita Juni 1943Kepada DarmawidjayaDi pasar baru merekaLalu sudah kesalTak tahu apa dibuatJiwa satu teman lucuDalam hidup, dalam diselimuti tebalSama segala kadang pula dapatIni renggang terus Kawanku dan Aku Juni 1943Kepada BohangKami jalan sama. Sudah larutMenembus mengucur kapal-kapal di mengental-pekat. Aku berkata?Kawanku hanya rangka sajaKarena dera mengelucak bertanya jam berapa!Sudah larut sekaliHingga hilang segala maknaDan gerak tak punya Dendam Juli 1943Berdiri tersentakDari mimpi aku bengis dielakAku tegakBulan bersinar sedikit tak nampakTangan meraba ke bawah bantalkuKeris berkarat kugenggam di huluBulan bersinar sedikit tak nampakAku mencariMendadak mati kuhendak berbekas di jariAku mencariDiri tercerai dari hatiBulan bersinar sedikit tak tampak21. Merdeka Juli 1943Aku mau bebas dari segalaMerdekaJuga dari IdaPernahAku percaya pada sumpah dan cintaMenjadi sumsum dan darahSeharian kukunyah kumamahSedang meradangSegala kurenggutIkut bayangTapi kiniHidupku terlalu tenangSelama tidak antara badaiKalah menangAh! Jiwa yang menggapai-gapaiMengapa kalau beranjak dari siniKucoba dalam Isa November 1943Kepada nasrani sejatiItu TubuhMengucur darahMengucur darahRubuhPatahMendampar tanya aku salah?Kulihat Tubuh mengucur darahAku berkaca dalam darahTerbayang terang di mataMasa bertukar rupa ini segaraMengatup lukaAku bersukaItu TubuhMengucur darahMengucur darah23. Doa November 1943Kepada pemeluk teguhTuhankuDalam termanguAku masih menyebut namaMuBiar susah sungguh mengingatKau penuh seluruhCayaMu panas suciTinggal kerdip lilin di kelam sunyiTuhankuaku hilang bentukremukTuhanku aku mengembara di negeri asingTuhankudi pintuMu aku mengetukaku tidak bisa berpaling24. Dengan Mirat Januari 1946Kamar ini jadi sarang penghabisanDi malam yang hilang batasAku dan dia hanya menjengkauRakit hitam.'Kan terdamparkahAtau terserahPada putaran pitam?Matamu ungu membatuMasih berdekapankah kami atauMengikut juga bayangan itu?25. Sorga Januari 1946Buat Basuki ResobowoSeperti ibu + nenekku jugaTambah tujuh keturunan yang laluAku minta pula supaya sampai di sorgaYang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susuDan bertabur bidari beribuTapi ada suara menimbang dalam diriku,Nekat mencemooh Bisakah kiranyaBerkering dari kuyup laut biru,Gamitan dari tiap pelabuhan gimana?Lagi siapa bisa mengatakan pastiDi situ memang memang ada bidariSuaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Jati?Demikian 25 puisi karya Chairil Anwar sosok di balik Hari Puisi Nasional. Ada puisi favoritmu, detikers? Simak Video "Lukman Sardi Terbawa Emosi Saat Bacakan Karya Puisi Chairil Anwar" [GambasVideo 20detik] nir/twu
ChairilAnwar lahir di Medan pada tanggal 6 juli 1992 dan dia mendapatkan julukan yaitu "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya aku) dia adalah penyair penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.
Puisi Penghidupan Karya Chairil Anwar Penghidupan Lautan maha dalam Mukul dentur selama Nguji tenaga pematang kita Hingga hancur remuk redam Kurnia Bahagia Kecil setumpuk Sia-sia dilindungi, sia-sia dipupuk. Desember, 1942Puisi PenghidupanKarya Chairil AnwarBiodata Chairil AnwarChairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 pada usia 26 tahun.Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
Marikita lihat beberapa penggalan puisi Chairil: Ini muka penuh luka (Selamat Tinggal, 1943), ini barisan tak bergenderang-berpalu (Diponegoro, 1943), kita jalani ini jalan (Ajakan, 1943), ini sepi terus ada.
Chairil Anwar, pelopor Angkatan 45 yang terkenal dengan puisi Aku dan tanggal wafatnya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia. JAKARTA, - Chairil Anwar tergeletak selama 6 hari di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM Jakarta hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir 28 April 1949. Hari ini, 73 tahun yang lalu pujangga pelopor Angkatan 45 itu pergi selamanya. Ia disebut menderita penyakit tifus, pun telah lama menderita penyakit paru-paru dan infeksi sejak usia ke 27 tahun, Chairil dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum TPU Karet Bivak. Tempat yang pernah ia sebutkan dalam puisinya berjudul Yang Terempas dan Yang Putus. Baca juga Patung Chairil Anwar di Malang Akan Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya Di Karet, di Karet, sampai juga deru dingin Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datangdan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamutapi kini hanya tangan yang bergerak lantang. Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku. Dinilai sebagai pelopor Berdasarkan buku Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya 2009 karya Sri Sutjianingsih di zaman penjajahan Jepang, Chairil dikenal sebagai seorang sastrawan muda yang berani mengemukakan pendapat. Ia tak setuju dengan sikap berbagai sastrawan yang memilih untuk menjadi corong propaganda Jepang dengan bergabung ke Pusat Kebudayaan atau Keimin Bunka Shidoso pada 1943. Chairil menginginkan perubahan besar dalam dunia sastra kala itu. Ia kerap mengkritisi puisi angkatan Pujangga Baru dari sisi semangat dan bentuk. Puisi-puisi Chairil lantas lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari, ketimbang bahasa buku yang kaku. Bentuk irama puisi Chairil jauh dari pantun, syair, atau sajak bebas angkatan Pujangga Baru. Berbagai karyanya menggambarkan cinta, perjuangan dan pemberontakan. Gaya itu dinilai memberikan kebebasan berpikir dalam seni dan budaya, sesuatu yang tidak diberikan Jepang pada kesusastraan juga Puisi Aku Berkaca karya Chairil Anwar Chairil telah membawa pembaruan dunia sastra Indonesia kala itu, mendobrak aturan-aturan yang kaku, ia mau jadi manusia merdeka. Setelah karya-karyanya diterima, sastrawan seumuran Chairil mulai dijuluki dengan berbagai macam istilah seperti Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Chairil Anwar, dan Angkatan Kemerdekaan. Baru pada 1948, Rosihan Anwar menyebut para sastrawan itu dengan sebutan Angkatan 45. Menurut Abdul Hadi WM, Chairil juga menamai sastrawan di eranya itu dengan nama yang sama. Perjuangan, kekalahan dan patah hati Chairil menulis berbagai macam puisi dan sajak sejak tahun 1942 hingga 1949. Karena menonjolkan sisi individualisme, karya-karya Chairil banyak menggambarkan tentang kondisi yang ia rasakan seperti perjuangan, kekalahan dan patah hati. Beberapa puisinya yang tenar berjudul Aku, Diponegoro, dan Karawang-Bekasi. Soal perjuangan, Chairil pernah menulis puisi berjudul Perdjandjian Dengan Bung Karno yang ditulisnya tahun 1948. Sedikit isinya sebagai berikut Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin djandjiAku sudah tjukup lama dengar bitjaramudipanggang atas apimu, digarami oleh lautmuDari mulai tgl 17 Agustus 1945Aku melangkah kedepan berada rapat disisimu Baca juga Patung Tokoh di Tiap Penjuru Monas Dari Diponegoro, Kartini, hingga Chairil Anwar Banyak puisi Chairil bicara tentang patah hati. Februari 1943, ditulisnya puisi berjudul Tak Sepadan. Bait terakhir puisinya itu berbunyi Karena kau tidak kan apa-apaAku terpanggang tinggal rangka Jelang kematiannya di tahun 1949, Chairil masih berkarya dengan membuat sajak berjudul Derai Derai Cemara, salah satu barisnya berbunyi Hidup hanya menunda kekalahan. Meski mati muda, Chairil selalu terkenang. Tanggal kepergiannya selalu diperingati sebagai Hari Puisi. Dalam tiap karyanya, Chairil abadi, seperti bunyi salah satu sajaknya Aku mau hidup seribu tahun lagi. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Tag Puisi Aku Berkaca karya Chairil Anwar 7 Tokoh Asal Medan, dari Chairil Anwar, Burhanuddin Harahap, hingga Joko Anwar Patung Tokoh di Tiap Penjuru Monas Dari Diponegoro, Kartini, hingga Chairil Anwar Biografi Chairil Anwar, "Si Binatang Jalang" Hari Puisi Nasional 28 April Sejarah dan Sosok Chairil Anwar Polemik Puisi Cinta dan Benci yang Disebut Karya Chairil Anwar, Ini Klarifikasi Sutradara Film Binatang Jalang Ramai soal Puisi Cinta dan Benci di Film Binatang Jalang, Bukan Karya Chairil Anwar? Rekomendasi untuk anda Powered by Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.
Berikutadalah ulasan yang akan membahas tentang Hari Puisi Nasional.. Sejarah dan Perayaan Hari Puisi Nasional. Baca Juga: Profil Chairil Anwar, Penyair Legendaris Meninggal Hari Ini 72 Tahun Silam Sejarah hari puisi nasional sendiri bermula saat pemerintah Jepang yang melarang adanya perkumpulan atau organisasi yang dibuat oleh rakyat Indonesia, kala itu para seniman tanah berkumpul untuk
Puisi Chairil Anwar – Seperti Ia yang mati muda namun tetap mau hidup setara 10 abad lagi. Chairil Anwar sang penyair yang lahir pada tanggal 26 Juli 1922. Memang tetap hidup 1 milenium lagi alias seribu tahun lamanya. Raganya mungkin sudah ditelan bumi tapi, jiwanya membumbung tinggi di langit Nusantara. Siapapun yang menjejak kaki di sekolah menengah akan disuguhi puisi Chairil Anwar yang berani, menantang dan matang. 28 April 1949, hari terakhir sang penyair besar. Namun, bukan untuk puisi-sajak yang beliau buat. Ada banyak puisi yang terkenal di masyarakat, digunakan sebagai bentuk pemberontakan atau hanya dikobarkan di pertunjukan seni. Ada pula puisi yang kurang sinar namun tetap luar biasa. Apapun itu, puisi Chairil Anwar tetap akan hidup seribu tahun lagi. Berikut ini beberapa pilihan puisi-puisi terkenal dari Chairil Anwar dari tahun-tahun awal sampai Ia kembali ke rumah sejatinya. Sebuah puisi bisa memiliki banyak makna tergantung interpretasi yang membaca. Jika pengarang mampu mengolah rasa dalam kata maka bisa membuat pembaca deras air mata saat membacanya. Di bawah ini beberapa puisi pilihan beserta penjelasan makna didalamnya berdasarkan interpretasi penulis dari berbagai sumber. Puisi Chairil Anwar 1942 Di bawah ini adalah puisi-puisi yang diterbitkan pada tahun 1942. Tahun-tahun awal dari sang penyair yang menerbitkan nisan dan penghidupan. Menjadi pembuka di tahun awal sekaligus untuk buku kumpulan puisi-puisi Chairil Anwar, Nisan’ Kita bisa mengambil beberapa kepingan makna darinya. Puisi untuk mengenang nenek anda yang telah kembali ke surga. Jika direnungi kata-kata yang dituangkan oleh Chairil, bukan kematian benar menusuk kalbu, keridlaanmu menerima segala tiba. Bisa diartikan aku terima kematianmu tapi keikhlasanmu saat malaikat menjemput itu yang menyayat hati’. Dilanjutkan dengan kalimat yaitu tak kutahu setinggi itu atas debu dan duka maha tuan bertakhta. Aku pikir aku bisa merelakanmu tapi, ternyata duka telah merajai tanpa disadari’, ini adalah makna dari puisi diatas. Makna apa yang bisa diambil dari puisi diatas? kehidupan kita memiliki banyak rupa yaitu bahagia, hambatan, tantangan dan perjuangan. Selama hidup kita berusaha sekuat tenaga mengumpulkan pundi-pundi uang. Banyak hal dilakukan hampir semuanya hingga hancur remuk redam. Namun, apa benar yang dicari hanya uang? Adakah yang dilupakan? Seharusnya kita mencari kebahagiaan walau definisi tiap orang berbeda. Jika tidak apapun yang dibangun hanya dengan ambisi tanpa cinta akan sia-sia. Jika membaca puisi Chairil Anwar yang dibuat pada tahun 1942, memberikan gambaran saat Chairil Anwar menuangkan makna kehidupan dan kematian. Dengan nisan’ kita merasakan duka, kehilangan lalu berusaha untuk memaknainya sebagai jalan terbaik. Namun, duka itu lebih merajai dibanding kebahagiaan. Kemudian kita diberi harapan dengan penghidupan’ yang dibangun dengan cinta dan kasih sayang. Tapi, kehidupan itu harus berakhir dengan sia-sia jika hanya diisi ambisi. Itulah yang dirasakan saat merenungi dua puisi diatas. Puisi Chairil Anwar 1943 Dibandingkan tahun-tahun yang lain, tahun 1943 memiliki kumpulan puisi yang paling banyak. Setidaknya ada 33 buah puisi yang berhasil dikumpulkan. Jika yang dihitung termasuk beberapa versi yang berbeda dan yang belum dirilis maka jumlahnya bisa lebih dari 40 buah. Dibawah ini beberapa pilihan puisi Chairil Anwar yang ditulis pada tahun 1943. Mengingat pahlawan tidak bisa lepas dari satu nama yang sangat terkenal yaitu Diponegoro. Melalui puisi yang diciptakan, Chairil Anwar ingin mengingat bagaimana gagahnya sang pahlawan yang tak gentar dengan pedang di kanan, keris di kiri. Semangat saat melawan penjajah ingin diangkat lagi agar pemuda-pemudi tidak lupa bagaimana sang pahlawan memperjuangkan ibu pertiwi. Seperti ingin memberi pesan, untuk tidak lupa kemajuan Indonesia butuh perjuangan dari semua elemen masyarakat. Jika dibaca dengan saksama dan diresapi dalam hati. Puisi diatas bisa menjadi pengingat untuk masyarakat Indonesia saat ini. Seharusnnya jasa-jasa pahlawan tidak hanya untuk dikenang tapi diterapkan dalam kehidupan dan dalam membangun kemajuan bangsa. Karena tujuan melawan penjajah dulu untuk memerdekakan putra-putri Indonesia agar menjadi tuan di tanah sendiri. Dari kata-kata yang tertuang di puisi Suara Malam terlihat kegalauan yang dihadapi Chairil Anwar. Pada malam hari menjadi waktu yang tepat untuk merenung tentang dunia yang penuh badai dan topan, baik definisi secara harfiah ataupun tidak. Sebagai manusia seharusnya lebih sensitif terhadap masalah sosial, alam, politik dan lainnya. Karena kehidupan yang diberikan oleh Tuhan bukan hanya tentang keberhasilan satu individu tapi keberhasilan masyarakat. Dan hal itu bisa dilakukan jika semua elemen mau membangun negeri ini bersama-sama. 1943, memberi kesan perjuangan dengan segala rintangannya. Sebuah puisi dengan kata-kata yang terkesan putus namun memiliki keterikatan. Seperti ingin mengatakan aku berjuang untuk sesuatu dengan melalui segala hambatan yang ada. Biar terjatuh berkali-kali, merasakan patah, tumbang, tenggelam, terbenam, hilang, rubuh, runtuh. Aku akan tetap berdiri tegak dan melawan lagi. Biar pun berulang kali, jatuh berdiri dan jatuh berdiri lagi. Aku akan tetap berjuang’. Kumpulan puisi diatas belum semua yang ada tapi bisa dirasakan semuanya penuh gejolak. Bermacam rasa dan bermacam masalah ditumpahkan pada kata-kata. Mungkin ada sebagian puisi yang belum familiar. Ada kata-kata yang terkesan putus ditengah. Tapi, itulah puisi Chairil Anwar, semua bisa mengerti kandungan didalamnya. Bersama merasakan apa yang beliau rasakan dan apa yang ingin disampaikan. Baca Juga Puisi Ayah Puisi Chairil Anwar 1944 Ada sekitar empat puisi di tahun 1944. Namun, hanya ada dua puisi yang akan dibahas maknanya. Dalam Kereta dan Siap Sedia, dua judul yang akan dikupas makna dan kandungan di dalamnya. Perjalanan yang memberikan inspirasi dengan atmosfir romantis nan sendu. Setelah melewati Semarang lalu Solo semakin dekat kota tujuan ditemani jingga senja. Kemudian malam datang membawa purnama dari balik awan. Semua pemandangan itu memberikan inspirasi menghasilkan puisi dalam kereta’. Puisi diatas seperti memberikan pesan tidak hanya untuk angkatannya tapi untuk semua orang. Mengajak masyarakat untuk berjuang walau tanganmu nanti tegang kaku, jantungmu nanti berhenti, tubuhmu nanti mengeras batu. Tapi, untuk kemajuan bersama terus berdaya ke masyarakat jaya. Pada masa hidupnya Chairil Anwar menolak ke-umuman, menolak menjadi biasa dengan sebuah rutinitas. Entah pilihan sendiri atau karena keadaan yang pasti dia selalu mengajak untuk kita mengayun pedang ke Dunia Terang. Untuk kehidupan bangsa yang lebih baik. Pelajaran apa yang bisa diambil dari dua puisi di atas? Perjalanan dan peringatan. Mungkin dua kata itu bisa menggambarkan dengan tepat maksud dari puisi diatas. Menjadi seniman berarti memilih jalan gelap dengan kerlip mahkota tak bertakhta. Di satu sisi akan dicintai dan memberi pengaruh namun di sisi lain menjadi batu tak bernilai. Semoga yang memilih jalan seniman menemukan takhtanya sendiri di dunia yang katanya harus mengikuti aturan umum. Puisi Chairil Anwar 1945 Seperti yang diketahui, tahun 1945 adalah tahun perjuangan. Dimana proklamasi dikumandangkan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Berikut tiga puisi yang terpilih untuk dijelaskan maknanya. Puisi tersebut adalah Kepada Penyair Bohang, Lagu Siul dan Malam. Kepada penyair bohang, puisi ini sangat kompleks. Dengan kata-kata yang terputus. Terkesan tidak selesai. Bisa membingungkan yang membacanya. Mungkin hanya sang penyair yang tahu apa arti sebenarnya. Namun, jika ditilik lagi terdapat kesedihan, kesuraman dan marah. Ada surat yang tersirat dengan kata-kata penuh energi untuk disampaikan. Sebagai penikmat puisi, bisa ditangkap ada cinta tak terungkap agar menjadi kenyataan. Kata-kata yang dipilih memberikan energi cemburu dengan si dia yang akan kawin, beranak dan berbahagia. Menguatkan rasa sedih karena sendirian dan terus mengingat kekasih. Kemudian memilih untuk mengalah, menghilangkan semua bara cinta dan membiarkan diri terkungkung karena cinta. Apa yang bisa dikatakan dari puisi diatas? Seperti puisi dan sajak pada umumnya, tidak mudah menerka apa maksud hati Chairil Anwar saat membuat puisi diatas. Merasa kehilangan atau tenggelam pada dunia yang memihak. Membiarkan kata-kata keluar tanpa takut bersalah. Meluapkan semua rasa yang tersimpan. Baca Juga Puisi Singkat Puisi Chairil Anwar 1946 Puisi pilihan tahun 1946 yang akan dibahas maknanya adalah Sebuah Kamar, Kepada Pelukis Affandi dan Nocturno. Kalau diartikan secara harfiah, sebuah kamar dengan banyak cerita dimana satu keluarga hidup di dalamnya. Dengan diisi cerita-cerita dari seluruh dunia untuk menutupi kesepian dan keheningan. Dan Chairil ingin mempunyai adik baru lagi. Namun, jika dibaca kembali puisi diatas memiliki makna yang dalam dan arti yang luas. Siapa pun yang membacanya bisa memiliki intrepretasi yang berbeda. Kepada Pelukis Affandi merupakan puisi yang dipersembahkan oleh Chairil Anwar untuk sahabatnya. Menggambarkan kenangan semasa bersama sahabatnya. Namun, apa maksud puisi ini sebenarnya? kekaguman atas pencapaian Affandi atau peringatan agar tetap sederhana dengan segala kelebihan yang ada. Pada saat pertama kali membaca kesan yang didapat adalah kekaguman seorang sahabat sehingga cukup untuk dibuatkan puisi. Tapi, jika dibaca beberapa kali ada peringatan untuk tetap membumi. Nocturno yang berarti malam. Ketika membaca puisi diatas yang dirasakan adalah frustasi. Sang penyair memendam gundah gulana dan selalu mencari jawaban. Namun, tidak ada jawaban baik dari teman atau alam. Selalu bertanya tapi tidak puas dengan jawabannya. Malah makin bingung dan hampir berusaha menyerah karena pena dan penyair keduanya mati, berpalingan! Puisi Chairil Anwar 1947 Dua Sajak Buat Basuki Resobowo, Malam di Pegunungan dan Tuti Artic adalah tiga judul puisi yang akan dibahas maknanya baik secara harfiah maupun bukan. Bertepatan pada tanggal 28 Februari 1947, puisi ini dibuat bersamaan diadakannya Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP di kota Malang, Jawa Timur. Seperti kita tahu puisi ini dibuat oleh Chairil Anwar setelah melihat lukisan yang dibuat oleh Basuki Resobowo dan memutuskan untuk menemuinya. Puisi di atas terkesan sedikit humor karena eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan. Saat beliau berpikir keras kenapa rumah terlihat pucat dan pohonan menjadi kaku. Ketika sedikit lagi mendapat jawaban malah diganggu oleh anak-anak yang bermain. Seperti biasa puisi Chairil Anwar tidak bisa ditebak dan apa latar belakang dari pembuatan puisi tersebut. Selain yang diketahui Tuti adalah salah satu wanita yang mendapat tempat di hatinya. Puisi diatas lebih lugas dan penuh makna. Jika diperhatikan dengan saksama ada tentang cinta, permainan dan patah hati. Dan ada makna lain yang belum bisa dipastikan kecuali oleh sang pembuat sendiri. Baca Juga Puisi Sekolah Puisi Chairil Anwar 1948 Pada tahun 1948 terdapat setidaknya delapan puisi. Namun, puisi yang dipilih untuk dijelaskan maknanya pada tahun 1948 adalah Ina Mia dan Puncak. Tak tahu pasti siapakah Ina Mia. Apakah salah satu wanita yang dikasihi atau terlahir dari imajinasi. Setelah membacanya beberapa kali untuk meresapi makna yang terkandung di dalamnya. Ada kesan puisi ini berisikan cinta dan nafsu, baik secara lahiriah maupun batiniah. Hal ini tersirat pada kalimat, Ina Mia menarik napas panjang di tepi jurang napsu yang sudah lepas terembus. Jika diartikan secara harfiah sang wanita mempunyai keinginan atau nafsu yang tidak bisa lagi ditahan. Dengan akhir cerita –siapapun pasangannya- kurang bahagia. Puisi diatas menjadi salah satu puisi yang sulit dibuka maknanya. Apakah sang tokoh ada di kota, kederasan ramai kota yang terbawa, atau ada di puncak, berada jauh 2000 meter di atas laut. Kesan yang ditangkap adalah tentang cinta, dimana sang penulis mencoba meraih sang kekasih untuk merasakan kelembutannya. D itambah rumit dengan menggambarkan pemandangan antara cemara dan kali. Namun satu hal yang pasti, secara tersirat adalah puncak kebahagiaan dunia. Puisi Chairil Anwar 1949 Pada tahun 1949 terdapat setidaknya enam puisi yang dipublikasi. Namun, puisi yang dipilih untuk dijelaskan maknanya pada tahun 1949 adalah Aku Berkisar Antara Mereka, Kenapa? dengan semua puisi yang sudah dirilis, puisi ini memberikan kesan kerumitan yang cantik yang pantas untuk ditelaah. Puisi diatas adalah salah satu puisi yang dibuat Chairil Anwar pada tahun 1949. Menampilkan rupa-rupa perubahan yang terjadi, bioskop Capitol putar film Amerika. Namun, memberikan kesan kehidupan yang tidak mudah, sungguhpun ajal macam rupa jadi tetangga. Banyak orang-orang berkumpul di halte entah untuk berjuang atau untuk bepergian. Ada orang yang mencari dalam doa di tiap malam namun tak sedikit hatinya mulai membeku, ah hati Mti dalam malam ada doa. Chairil Anwar seperti ingin memberi tahu melalui tulisannya, bahwa ia merasakan penderitaan yang dirasakan yang lain baik secara fisik mau pun batin. Sang penyair seperti ingin mengatakan untuk siapa saja yang membaca tulisannya dengan cinta, beliau juga merasakan penderitaan yang sama. Terlahir saat kehidupan di negeri tercinta tidak pasti. Dimana-mana penjajahan terjadi, suasana yang lebih banyak mencekam dibanding bahagia. Memberikan suntikan inspirasi yang sangat banyak. Walau semasa hidupnya dikenal sebagai binatang jalang, tidak rapi, bohemian, hippies dan istilah lainnya. Tidak bisa dipungkiri lewat puisi dan sajaknya semua belajar hal-hal baru. Baik pembuatan puisi secara teknis atau memahaminya secara rasa. Sejak memutuskan menjadi seniman, gaya Chairil Anwar banyak memberi pengaruh pada generasi seniman selanjutnya. Mengungkap kebahagiaan, kesedihan, keinginan, kebobrokan dan kepedulian yang menjadi tema utama di setiap puisinya. Beberapa sangat terkenal di masyarakat. Banyak pula yang masih bisa didiskusikan dan bisa didalami lagi. Seperti puisi-puisi Chairil Anwar diatas, masih banyak peluang untuk menggali maknanya. Dilempar ke forum-forum diskusi sastra untuk menambah ilmu generasi baru. Mengenal sejarah melalui puisi bisa menjadi alternatif belajar yang efektif. Dengan menulis ulang lalu disebarkan untuk diresapi bersama-sama. Menjadi salah satu cara membuat binatang jalang’ ini terus hidup seribu tahun lagi’. Puisi Chairil Anwar
2 Bagaimana makna lingkup kebudayaan tempat teks ditulis yang terkandung dalam Puisi "Aku" karya Chairil Anwar dalam buku Aku Binatang Ini Jalang? 3. Bagaimana makna pemikiran penafsir terhadap Puisi "Aku" karya Chairil Anwar dalam buku Aku Ini Binatang Jalang. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Beranda > Chairil Anwar > Puisi Kematian Chairil Anwar 27 20pm4000000pmSel, 20 Apr 2010 175402 +000054 2010 MENJEMPUT KEMATIAN –chairil anwar Lihatlah, kawan, mataku masih berkobar menyala-nyala walau tubuhku dihempas badai waktu tapi ruhku tetap menderu walau terik mentari menguras sumur keringatku tapi aku masih punya stok lautan semangat yang sampai kapan pun takkan habis tertelan suhu sehingga jiwaku takkan gersang dan beku walau hujan mengguyur tubuhku aku takkan menggigil karena kobaran semangat terus membakar tekadku tolong sampaikan pada dunia mataku masih belum lelah menatap dan menjemput mimpi-mimpiku dan akan kujemput kematian dengan senyuman dan karya dalam genggaman
. 348 73 412 255 99 287 215 178
puisi kematian chairil anwar